Wawasan kebangsaan dalam Pendidikan Kewarganegaraan


WAWASAN KEBANGSAAN DALAM KONTEKSNYA

Wawasan Kebangsaan pada satu sisi lokal berhadapan dengan munculnya tuntutan-tuntutan lokal yang pada titik tertentu manakala tidakterpenuhi dapat menjadi bumerang yang dapat juga menghancurkankeutuhan suatu negara bangsa. Iapada tatanan mikro wawasan kekuatan bukannya tanpa masalah. Pada sisi yang lain Wawasan Kebangsaan akan berhadapan dengan proses-proses internasionalisasi. atauglobalisasi, sebagaimana yang kini sedang berkembang menuju ke arah yang demikian. Oleh sebab itu masyarakat dunia tidak lebih sebagai suatu desa atau The World as Village. Harapan dan kenyataan yang mengarah kepadaperwujudan Bola Dunia yang menjadi desa kecil bukan suatu impian melainkan sudah menjadi realitas. Hal ini terbukti dengan derasnya arus komunikasi, berlangsungnya abad informasi dan sukses rayanya abad teknologi. Kajian atas Wawasan Kebangsaan dalam konteks ini akan memfokuskan kepada masalah (a) Ideologi; (b) Politik (c) Ekonomi; dan (d) Sosial budaya (1) Wawasan Kebangsaan dalam konteks Ideologi. Bagi warga negara seperti Indonesia yang telah mengikrarkan bahwa Pancasila sebagai satu-satunyaazas dan sebagai satu-satunya ideologi yang handal, maka sebenarnya wawasan kebangsaan tidak lebih sebagai pengejawantahanPancasila TERUTAMA PADA PASAL KETIGANYA yaitu Persatuan Indonesia. Sebab memang dalam Wawasan Kebangsaan kesatuan dan persatuan negara Republik Indonesia menjadi sesuatu yang taken forgranted. Harus diakui bahwa kehandalan dan keampuhan Pancasila dalam persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia tidak dapat dipungkiri. Dengan demikian Pendidikan Pancasila dalam satu segi, dengan Wawasan Kebangsaan dalam segi yang lain menjadi sekeping uang logam yang pada dasamyasatu juga. Oleh karena itu gerakan apapun yang mengancam keuudm dan kesatuan Indonesia, baik dalam arti kesatm wilayah geografis perlu dipadamkan.Apapun latar belakang gerakan baik berdalih etnis, ras, suku maupun aganm perlu dipecahkan dengan satu tujuan untuk mempertahankan Indonesia dalam kesatuan ideologis.(2) Wawasan Kebangsaan dalam konteks Politik.Bagaimana sebenarnya interelasi antara Wawasan Kebangsaan dengan penyusunan keputusan-keputusan politik, hasilnya dapat diamati dan ditimbang seberapa jauh keputusan-keputusan politik itu menguntungkan rakyat banyak.Sebab pada dasamya Wawasan Kebangsaan adalah Wawasan Rakyat Semesta.Di sini yang perlu dibongkar adalah adanya hubungan-hubungan yang bersifat kapitalistik diubahmenjadi hubungan demokratik.Dalam konstelasi perpolitikan di Indonesia,sudah selayaknya kelompok elit politik bukan hanya mewakili dan memperjangkan aspirasi dari masyarakat banyak utamanya adalah kelompokmasyarakat yang tergolong papa.(3) Wawasan Kebangsaan dalam konteksEkonomi.Di bidang perekonomian negara, manakala banyak sektorperekonomian.telah diserahkan kepada pibak swasta, maka hal ini jelasdominasi swasta yang lebih besar, sehingga negara kebangsaan tidak lagimampu memberikan perannya yang optimal. Pada awal-awal kemerdekaantentunya peran negara kebangsaan adalah mengubah ekonomi kolonialatau juga yang bersifat kapitalisme menjadi ekonomi imal yang bercorakkerakyatan (Hardjana, 1991). Keputusan tentang perdagangan bebas sepertiyang disepakati dalam APEC yang akan berlangsung pada tahun 2020, jelas menunjukkan gagalnya Wawasan Kebangsaan di dalam sektor perekonomian. Hal ini jelas merupakan bagi Wawasan Kebangsaanyang tercermin dalam konstelasi perekonomian negara.(4) WawasanKebangsaan dalam konteks Sosial Budaya.Pendidikan yang hanyaberfungsi untuk menjinakkan anak didik tentu bertentangan dengan Wawasan Kebangsaan.Olehkarena itupendidikan yang mampu membebaskan terdidik dari berbagi belenggu baik yang pemab ada saat kolonialisme, maupun dalam periode kapitalisme hendaklah benar-benar diperhitungkan. Nampak dalam kehidupangenerasimuda kita yang notabene putra putri elit kekuasan yang cenderung hedonisme merupakan tantangan besar bagi Wawasan Kebangsaan di bidang Sosial Budaya.


Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya nasionalisme

A. Faktor dari dalam (internal)

1. Kenangan kejayaan masa lampau
Bangsa-bangsa Asia dan Afrika sudah pernah mengalami masa kejayaan sebelum masuk dan berkembangnya imperialisme dan kolonialisme barat. Bangsa India, Indonesia, Mesir, dan Persia pernah mengalami masa kejayaan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Kejayaan masa lampau mendorong semangat untuk melepaskan diri dari penjajahan. Bagi Indonesia kenangan kejayaan masa lampau tampak dengan adanya kenangan akan kejayaan pada masa kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. Dimana pada masa Majapahit, mereka mampu menguasai daerah seluruh Nusantara, sedangkan masa Sriwijaya mampu berkuasa di lautan karena maritimnya yang kuat.
2. Perasaan senasib dan sepenanggungan akibat penderitaan dan kesengsaraan masa penjajahan
Penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa Asia, Afrika mengakibatkan mereka hidup miskin dan menderita sehingga mereka ingin menentang imperialisme barat.

3. Munculnya golongan cendekiawan
Perkembangan pendidikan menyebabkan munculnya golongan cendekiawan baik hasil dari pendidikan barat maupun pendidikan Indonesia sendiri. Mereka menjadi penggerak dan pemimpin munculnya organisasi pergerakan nasional Indonesia yang selanjutnya berjuang untuk melawan penjajahan.

Faktor dari luar (eksternal)

1. Kemenangan Jepang atas Rusia (1905)

Pada tahun 1904-1905 Jepang melawan Rusia dan tentara Jepang berhasil mengalahkan Rusia. Hal ini dikarenakan, modernisasi yang dilakukan Jepang yang telah membawa kemajuan pesat dalam berbagai bidang bahkan dalam bidang militer. Awalnya dengan kekuatan yang dimiliki tersebut Jepang mampu melawan Korea tetapi kemudian dia melanjutkan ke Manchuria dan beberapa daerah di Rusia. Keberhasilan Jepang melawan Rusia inilah yang mendorong lahirnya semangat bangsa-bangsa Asia Afrika mulai bangkit melawan bangsa asing di negerinya.

2. Perkembangan Nasionalisme di Berbagai Negara seperti di India, Filipina, Turki, Mesir, dan lain-lain.

Tumbuhnya Nasionalisme di Indonesia

Karena adanya faktor pendukung diatas maka di Indonesiapun mulai muncul semangat nasionalisme. Semangat nasionalisme ini digunakan sebagai ideologi/paham bagi organisasi pergerakan nasional yang ada. Ideologi Nasional di Indonesia diperkenalkan oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno. PNI bertujuan untuk memperjuangkan kehidupan bangsa Indonesia yang bebas dari penjajahan. Sedangkan cita-citanya adalah mencapai Indonesia merdeka dan berdaulat, serta mengusir penjajahan pemerintahan Belanda di Indonesia. Dengan Nasionalisme dijadikan sebagai ideologi maka akan menunjukkan bahwa suatu bangsa memiliki kesamaan budaya, bahasa, wilayah serta tujuan dan cita-cita. Sehingga akan merasakan adanya sebuah kesetiaan yang mendalam terhadap kelompok bangsa tersebut.

Nasionalisme di Indonesia mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat ketika secara resmi Budi Utomo diakui oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908. Secara singkat perkembangan nasionalisme Indonesia menjadi lebih ramai sejak berdiri Budi Utomo hingga Proklamasi Kemerdekaan. Sejak budi utomo berdiri organisasi-organisasi yang mengusahakan perbaikan dan kondisi rakyat Indonesia.

Tahapan perkembangan nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Periode Awal Perkembangan
Dalam periode ini gerakan nasionalisme diwarnai dengan perjuangan untuk memperbaiki situasi sosial dan budaya. Organisasi yang muncul pada periode ini adalah Budi Utomo, Sarekat Dagang Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah.

2. Periode Nasionalisme Politik
Periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia mulai bergerak dalam bidang politik untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Organisasi yang muncul pada periode ini adalah Indische Partij dan Gerakan Pemuda.

3. Periode Radikal
Dalam periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia ditujukan untuk mencapai kemerdekaan baik itu secara kooperatif maupun non kooperatif (tidak mau bekerjasama dengan penjajah). Organisasi yang bergerak secara non kooperatif, seperti Perhimpunan Indonesia, PKI, PNI.

4. Periode Bertahan
Periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia lebih bersikap moderat dan penuh pertimbangan. Diwarnai dengan sikap pemerintah Belanda yang sangat reaktif sehingga organisasi-organisasi pergerakan lebih berorientasi bertahan agar tidak dibubarkan pemerintah Belanda. Organisasi dan gerakan yang berkembang pada periode ini adalah Parindra, GAPI, Gerindo. Dari perkembangan nasionalisme tersebut akhirnya mampu menggalang semangat persatuan dan cita-cita kemerdekaan sebagai bangsa Indonesia yang bersatu dari berbagai suku di Indonesia.



  Cara Pandang Lokal Dalam Konteks Wawasan Kebangsaan Dan Nasionalisme Indonesia
.
      IDENTIFIKASI  PROBLEMA     
1.         Masyarakat Pluralistis di Indonesia memang sebagian menyebabkan gejala konflik daerah, dikarenakan kebiasaan yang telah melekat yakni seperti desa dan kota memiliki cara dan aturan sendiri-sendiri, sehingga ada fenomena yang terjadi antara masyarakat kota dengan desa apabila berbaur timbul saling acuh tak acuh, dengan alasan masyarakat desa menganggap orang kota tidak memiliki ‘unggah-ungguh’ dan sebaliknya masyarakat kota menganggap orang desa itu ‘ndeso’ (kuno). Mengapa  bisa terjadi dan apa yang harus diperbaiki dari kebiasan negatif ini?
2.         Wawasan lokal dan wawasan nasional sangat riskan terjadi problematika ketika satu kelompok dengan kelompok lain dengan daerah yang berbeda saling bertemu, bukannya solidaritas yang terjadi namun justru pertikaian karena pandangan mereka yang berbeda dengan anggapan kelompok ini lebih baik dari kelompok itu, kita ambil contoh pada daerah tertinggal Papua. Karena kurangnya pemerataan nasional, mudah terjadi sebuah keirian dengan faktor-faktor tertentu. Perang antar suku dan gerakan-gerakan merdeka dengan indikasi bahwa hal ini adalah sebuah protes dan akan terus berlanjut. Bagaimana dengan permasalahan seperti ini diatasi?
3.         Pemahaman kritis SARA dalam pluralitas bangsa, bisa terjadi akibat suku, agama, ras, dan antar golongan yang majemuk. Problemnya terjadi ketika kepercayaan dimanfaatkan seperti halnya agama dipakai untuk menguasai negara yakni menggantikan pancasila dengan sistem kekhalifahan melalui HTI. Mengapa hal ini bisa terjadi?


4.         Nasionalisme dalam perspektif Indonesia ini ternyata kurang diperhatikan. Dewan atau para pejabat sebagian lebih cenderung menyelesaikan konflik yang bukan utama, dengan mengesampingkan isu lunturnya dasar negara pancasila. Dampaknya pada pejabat itu sendiri yang saat disurvei ternyata tidak hafal pancasila ataupun lagu kebangsaan. Bisa saja korupsi terjadi karena ketidak hafalan yang menjerumus dalam ketidakfahaman. Bagaimana hal itu bisa terjadi?  
5.         Mengutip dari Clifford Geertz, bahwa budaya merupakan way of  life, suatu petunjuk bagi tindakan dan tingkah laku manusia. Namun apabila melihat fenomena saat ini, mengapa budaya di Indonesia semakin hilang seperti ditelan bumi?

        ALTERNATIF PENYELESAIAN PROBLEMA
1.         Karena kurangnya pemerataan pemerintah dalam hal pembangunan, pendidikan, ataupun teknologi menjadikan hal ini sebuah kebiasaan. Aspirasi lokal kota dengan desa diberbagai penjuru daerah harus segera dibenahi, dipahamkan, dan dibiasakan secara cermat, kritis, serta mendalam. Problema ini bisa teratasi lewat pendidikan, sebab didalam pendidikan mengandung unsur 3S, yakni senyum, sapa, dan salim. Hal ini perlu pembiasaan dan penyebarluasan kesegala penjuru daerah dan tingkatan pendidikan tanpa pandang usia agar acuh tak acuh tidak mengakar lebih mendalam.
2.         Wawasan lokal dan wawasan nasional seharusnya harus sama. Inilah yang terjadi di Indonesia, karena letak geografis yang berbeda dijadikan alasan pemerintah jika pemerataan kurang maksimal. Agar hal ini tidak terus berlanjut ke masalah yang lebih besar, maka kebijakan nasional yang dikeluarkan pemerintah pusat dengan kebijakan pemerintah daerah (konteksnya otonomi daerah) harus saling mendukung. Komunikasi yang antara pusat dengan daerah harus terjalin dengan baik. Misalnya daerah timur (dalam hal ini Papua) yang harus lebih diperhatikan lagi agar isu-isu perpecahan tidak meluas. Sarana dan prasarana, pembangunan, maupun pendidikan harus lebih diperbaiki di daerah-daerah tertinggal.
3.         Peran negara adalah sebagai fasilitator, stabilitator, dan dinamisator untuk menjembatani segala kepentingan. Dalam hal ini harus ada kooptasi ataupun depolitisasi agama islam yang 80% lebih mayoritas di Indonesia. Setiap ajaran yang melenceng dari ajaran, harus diluruskan. Apabila masih ada, harus diperangi  karena akan membunuh persatuan dan kesatuan, SARA, maupun kebudayaan masyarakat sendiri. Setiap anggota pemerintah harus masuk dalam setiap elemen bangsa agar bisa mengawasi, mengendalikan, dan menjembatani proses SARA khususnya dalam hal ini agama.
4.         Dengan pendidikan pancasila dan pendidikan karakter dapat diberikan kepada para calon-calon pemimpin masa depan seperti pelajar sejak dini dan mahasiswa. Pendidikan pancasila maupun pendidikan karakter dapat digunakan sebagai garis besar pendidikan anti korupsi yang diberikan pada pelajar dan mahasiswa karena dalam pendidikan pancasila terdapat bagaimana cara hidup bertata negara yang baik disamping pendidikan agama. Untuk itu pendidikan-pendidikan tersebut perlu ditumbuhkembangkan sejak sedini mungkin agar mengkristal (mendarah daging) dan menjadi habituasi(kebiasaan) masyarakat.

5.         Alasan kebudayaan di Indonesia semakin menghilang adalah kurangnya pemeliharaan dan perhatian dari pemerintah, kaum muda yang langsung mengambil kebudayaan asing tanpa memfilternya, dan semakin disintregasi bangsa karena perbedaan. Seharusnya hal ini bisa diantisipasi meskipun tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Preventif sejak dini perlu dilakukan agar kebudayaan bangsa ini tidak keropos, bahkan hilang. Pendidikan kewarganegaraan (Pkn) merupakan salah satu dari sekian banyak solusi yang harus diwajibkan disegala aspek kehidupan dan diprioritaskan dalam pendidikan. Kedudukan Pkn sebagai intuitif harus setara dengan mata pelajaran atau mata kuliah lainnya yang rasional seperti matematika, ekonomi, dan sebagainya. Apabila Pkn ini sudah dihabituasikan, maka balance (keseimbangan) antara budaya lokal maupun budaya global yang perlu diambil bisa terjadi. 



Gerakan 212 jilid 2
Lalu apakah gerakan 212 jilid 2 akan besar setelah Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa dia tidak terlibat reklamasi teluk Jakarta?
Kecil kemungkinannya, karena tidak ada “rasa” yang disentuh kecuali perlawanan terhadap reklamasi dan ingin melindungi Anies-Sandi karena sudah membuktikan menolak reklamasi dan menutup Alexis.
Namun politik tidak segan-segan menjadikan agama sebagai komoditas politik, tak peduli akan merusak iman sendiri. Politisi menarik agama ke panggung politik praktis dan mendompleng terhadap Gerakan 212 jilid 2?
Dengan politik yang melibatkan agama ke dalam kancah politik, menyeret agamawan dan ormas keagamaan menjadi subjektif dalam bersikap. Terlihat dari ormas Banser dan Anshor yang sangat kebhinekaan membubarkan ormas yang secara subjektif ditafsir menyimpang. Menjadi tidak elok jika agama sebagai pemicu kegaduhan sosial, karena sejatinya yang terjadi adalah oknum politisi yang berlindung di balik agama.
Seharusnya negara hadir ketika agama dijadikan objek politisasi, justru jangan memihak ke satu sisi dengan melahirkan Perppu Ormas yang kontra-produktif dan hanya memicu sentimen agama.
Dalam premis Behavioral manusia tidak rasional dan suka memasukan elemen-elemen dalam proses amal. Akankah Gerakan 212 jilid 2 hanya gerakan politik atau dipolitisi oleh parpol atau ada manuver baru dari kelompok pengembang reklamasi, entah dengan skema apapun? Pastinya, Sekda DKI Jakarta Syaifullah sudah diperiksa KPK dan Anies-Sandi justru meminta yang bersangkutan buka apa adanya. Akankah kasus reklamasi dibuka kembali oleh KPK? []



Labels: Informasi, What This?

Thanks for reading Wawasan kebangsaan dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Please share...!

0 Comment for "Wawasan kebangsaan dalam Pendidikan Kewarganegaraan"

berkomentarlah dengan bijak

Search This Blog

Blog Archive

Back To Top