Demokrasi dalam pendidikan kewarganegaraan


Pengertian Demokrasi
secara umum adalah bentuk atau sistem pemerintahan dimana seluruh rakyatnya turut serta memerintah melalui wakil-wakilnya. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.
Istilah Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang artinya rakyat dan cratos yang artinya pemerintahan. Pengakuan resmi bahwa Indonesia adalah negara demokrasi terdapat pada:

UUD 1945 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
Pancasila sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.”
Hakikat Demokrasi
Pemerintahan dari rakyat memiliki arti bahwa sebuah sistem pemerintahan yang sah dan diakui oleh rakyat. Diakui dan sah memiliki arti bahwa tanggung jawab pemerintahan diberikan oleh rakyat. Sebaliknya pemerintah yang tidak diakui adalah pemerintah yang tidak mendapatkan dukungan dan persetujuan dari rakyat. Rakyat memegang kendali penuh atas pemilihan pemerintahan berdasarkan persamaan pandangan dan politik tanpa ada unsur paksaan.

Pemerintahan oleh rakyat memiliki pengertian bahwa pemerintah menjalankan kekuasaannya bukan atas dorongan atau tujuan pribadinya melainkan didasari oleh keinginan rakyat. Segala sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah akan dikaji, dinilai dan diawasi oleh rakyat baik secara langsung maupun melalui lembaga rakyat (DPR, MPR). Maka dari itu pemerintah harus tunduk pada pengawasan rakyat.

Pemerintahan untuk rakyat memiliki arti bahwa segala kuasa yang dilimpahkan kepada pemerintah dibuat untuk kepentingan rakyat. Maka dari itu kepentingan rakyat sudah seharusnya didahulukan sebelum kepentingan pemerintah. Dalam membuat suatu putusan pemerintah juga harus mempertimbangkan aspirasi rakyat karena baik buruknya putusan yang dibuat oleh pemerintah juga akan mempengaruhi nasib rakyat.

Prinsip-Prinsip Demokrasi
Prinsip-Prinsip Demokrasi yang Berlaku Universal Suatu pemerintahan dinilai demokratis apabila dalam mekanisme pemerintahannya diwujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip tersebut berlaku universal. Maksudnya adalah keberhasilan suatu negara dalam menerapkan demokrasi dapat diukur berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.
Menurut Inu Kencana Syafiie, prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku universal antara lain:
a. Prinsip Demokrasi Adanya pembagian kekuasaan
Pembagian kekuasaan dalam negara berdasarkan prinsip demokrasi, dapat mengacu pada pendapat John Locke mengenai trias politica. Kekuasaan negara terbagi menjadi 3 bagian, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiga lembaga tersebut memiliki kesejajaran sehingga tidak dapat saling menguasai.

b. Prinsip Demokrasi Pemilihan umum yang bebas
Kedaulatan tertinggi dalam negara demokrasi berada di tangan rakyat. Namun tentunya, kedaulatan tersebut tidak dapat dilakukan secara langsung oleh setiap individu. Kedaulatan tersebut menjadi aspirasi seluruh rakyat melalui wakil-wakil rakyat dalam lembaga legislatif.

Untuk menentukan wakil rakyat, dilakukan pemilihan umum. Dalam pelaksanaannya, setiap warga masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih wakil yang dikehendaki. Tidak dibenarkan adanya pemaksaan pilihan dalam negara demokrasi. Selain memilih wakil rakyat, pemilihan umum juga dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden. Rakyat memiliki kebebasan untuk memilih pemimpin negara.
c. Prinsip Demokrasi Manajemen yang terbuka
Untuk mencegah terciptanya negara yang kaku dan otoriter, rakyat perlu diikutsertakan dalam menilai pemerintahan. Hal tersebut dapat terwujud apabila pemerintah mempertanggungjawabkan pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatannya di hadapan rakyat.

d. Prinsip Demokrasi Kebebasan individu
Dalam demokrasi, negara harus menjamin kebebasan warga negara dalam berbagai bidang. Misalnya, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan berusaha, dan sebagainya. Namun tentunya, kebebasan tersebut harus dilakukan dengan bertanggung jawab. Perlu diingat bahwa kebebasan satu orang akan dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dengan demikian, setiap masyarakat dapat melakukan kebebasan yang dijamin undang-undang dengan tidak merugikan kepentingan orang lain.

e. Prinsip Demokrasi Peradilan yang bebas
Melalui pembagian kekuasaan, lembaga yudikatif memiliki kebebasan dalam menjalankan perannya. Lembaga ini tidak dapat dipengaruhi lembaga negara yang lain. Dalam praktik kenegaraan, hukum berada dalam kedudukan tertinggi. Semua yang bersalah di hadapan hukum, harus mempertanggungjawabkan kesalahannya.

f. Prinsip Demokrasi Pengakuan hak minoritas
Setiap negara memiliki keanekaragaman masyarakat. Keberagaman tersebut dapat dilihat dari suku, agama, ras, maupun golongan. Keberagaman dalam suatu negara menciptakan adanya istilah kelompok mayoritas maupun kelompok minoritas. Kedua kelompok memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Untuk itu, negara wajib melindungi semua warga negara tanpa membeda-bedakan satu sama lain.

g. Prinsip Demokrasi Pemerintahan yang berdasarkan hukum
Dalam kehidupan bernegara, hukum memiliki kedudukan tertinggi. Hukum menjadi instrumen untuk mengatur kehidupan negara. Dengan demikian negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan.

h. Prinsip Demokrasi Supremasi hukum
Penghormatan terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh pemerintah maupun rakyat. Tidak terdapat kesewenang-wenangan yang bisa dilakukan atas nama hukum. Oleh karena itu, pemerintahan harus didasari oleh hukum yang berpihak pada keadilan.

i. Prinsip Demokrasi Pers yang bebas
Dalam sebuah negara demokrasi, kehidupan dan kebebasan pers harus dijamin oleh negara. Pers harus bebas menyuarakan hati nuraninya terhadap pemerintah maupun diri seorang pejabat.

j. Prinsip Demokrasi Beberapa partai politik
Partai politik menjadi wadah bagi warga negara untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memilih partai politik yang sesuai dengan hati nuraninya. Maka dari itu, mulai bergulirnya reformasi, negara memberikan kebebasan bagi semua warga negara untuk mendirikan partai politik. Pada tahun 1999, dilaksanakan pemilihan umum multipartai pertama kali sejak Orde Baru. Mulai Pemilu 1999, setiap partai politik memiliki asas sesuai dengan perjuangan politik masing-masing. Tidak lagi dikenal asas tunggal bagi setiap partai politik.


Nilai nilai demokrasi
1.       Menjamin tegaknya keadilan (Ensure Justice).
2.       Penggunaan kebebasan bertanggungjawab.
3.       Kepemimpinan dipilih secara teratur sehingga tidak tercipta rezim.
4.       Penyelesaian sengketa ataupun perselisihan atau konflik (baca pengertian konflik) dapat diselesaikan secara kelembagaan (jalur hukum) ataupun jalur damai.
5.       Perubahan sosial kemasyrakatan yang mengarah ke perkembangan kemajuan dapat terjadi dengan aman menjamin terselenggaranya perubahan dalam masyarakat secara damai/ tanpa gejolak.
6.       Pengakuan terhadap keanekaragaman. Untuk demokrasi pancasila hal ini bukan masalah karena telah menjadi unsur dalam demokrasi pancasila.

Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Dalam sejarah Negara Republik Indonesia yang telah lebih dari setengah abad, perkembangan demokrasi telah mengalami pasanga surut. Masalah pokok yang dihadapi pleh bangsa Indonesia ialah bagaimana meningalkan kehidupan ekonomi dan menghubungkan kehidupan sosial dan politik yang demokrasi dalam masyarakat yang beraneka ragam pola adat budayanya. Masalah ini berkisar pada penyusunan suatu system politik dengan kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta character and nation building, degan partisipasi rakyat, sekaligus menghindarkan timbulnya diktatur perorangan, partai ataupun militer.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode:
Periode 1945-1959, masa demokrasi parlementer yang menonjolkan demokrasi parlemen serta partai-partai. Pada masa ini kelemahan demokrasi parlementer member peluang untuk dominasi partai-partai politik dan DPR. Akibatnya perstuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan.                                                                     

Periode 1966-1965, masa Dmokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini di tandai dengan dominasi presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan pengaruh komunis, dan peran ABRI sebagai unsure sosial-politik semakin meluas.

Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan system presidensial. Landasan formal periode ini adalah Pancasila, UUD 1945 dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka meluruskan kembali penyelewangan terhadap UUD 1945 yaitu terjadi di masa DEmokrasi terpimpin. Namun dalam perkembangannya peran presiden semakin dominan terhadap lembaga-lembaga Negara yang lain. Melihat praktek demokrasi pada masa ini , nama Pancasila hanya digunakan sebagai legitimilasi politis penguasaan saat itu, sebab kenyataanya yang dilaksanakan tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila.

Periode 1999- sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi dengan berakat pada kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antara lembaga Negara, aksekutif, legeslatif dan yudikatif. Pada masa ini peran partai politik kembali menonjol, sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas baru. Jikalau esensi demokrasi adalah kekuasaan di tangan rakyat, maka praktek demokrasi tatkala Pemilu memang demikian, namun dalam pelaksanaanya setelah pemilu banyak kebijakan tidak mendasarkan pada kepentingan rakyat, melainkan lebih kea rah pembagian kekuasaan antara preside dan partai politik dalam DPR. Dengan lain perkataan model demokrasi era reformasi dewasa ini kurang mendasarkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (walfare state).

Bahwa dijelaskan Demokrasi salah satunya ialah bebas menyampaikan pendapat dan menghargai pendapat orang lain.
Menurut kelompok kami contoh kasus diatas termasuk salah satu gambaran bahwa sebagai wakil rakyat tidak bisa menghargai pendapat orang lain sama saja melarang menyampaikan pendapat. Dan bagaimana rakyat bisa meniru pemimpinnya jika pemimpinnya saja tidak berprilaku demokratif , nah jika rakyat juga berprilaku sama siapa yang harus disalahkan?






Labels: Informasi, What This?

Thanks for reading Demokrasi dalam pendidikan kewarganegaraan. Please share...!

0 Comment for "Demokrasi dalam pendidikan kewarganegaraan"

berkomentarlah dengan bijak

Search This Blog

Blog Archive

Back To Top