Alasan Seven Eleven terpaksa bangkrut
- Gerai Menyusut
Konsep
Sevel di Indonesia dan negara-negara lain tidaklah sama. Di sini, setiap Sevel
menyediakan tempat duduk dan meja dengan harga yang sedikit lebih mahal. Di
Australia, Sevel hanya sekadar minimarket pada umumnya, tetapi harganya sama
saja, tidak lebih mahal. Di Malaysia, beberapa gerai Sevel mulai menerapkan
konsep yang sama dengan Indonesia, tetapi kursi dan meja yang disediakan tak
sebanyak gerai-gerai di jakarta.
Setiap
tahun, ada sekitar 30 sampai 60 gerai Sevel baru dibuka di Jakarta. Ini membuat
jumlah gerai Sevel terus bertambah. Tahun 2011, hanya ada 50-an gerai Sevel. Tahun
2012, jumlahnya bertambah hampir dua kali lipat.
Sampai
tahun 2014, jumlah gerai Sevel di Jakarta mencapai 190. Di tahun itu juga,
sebanyak 40 gerai baru Sevel dibuka. Penjualan bersih pun naik 24,5 persen
menjadi Rp971,7 miliar dari tahun sebelumnya yang hanya Rp778,3 miliar. Tahun
itu bisa disebut sebagai puncak kejayaan Sevel.
Tahun
berikutnya, penjualan Sevel menurun, pun begitu dengan jumlah gerainya. Tahun
2015 itu, total penjualan bersih Sevel turun menjadi Rp886,84 miliar. Untuk
pertama kalinya Sevel melakukan penutupan gerai. Tahun itu, ada 20 gerai yang
ditutup. Sementara gerai baru hanya dibuka 18, angka terkecil penambahan gerai
sejak 2011.
Sampai
akhir tahun ini, PT Modern Sevel Indonesia berencana menambah 11 gerai baru.
Ini adalah tambahan gerai baru paling sedikit sepanjang sejarah Sevel.
- Persaingan dan Larangan Menjual Alkohol
Mulai
16 April 2015, minimarket dilarang menjual minumal beralkohol. Larangan itu
tertuang dalam Peraturan menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015
tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan
Penjualan Minumal Beralkohol.
Sejak
pelarangan itu, gerai-gerai Sevel dan sejenisnya tak bisa lagi menjual bir. Bir
dan minumal beralkohol lainnya hanya boleh dijual di supermarket. Aturan ini
dibuat untuk menghindari konsumsi alkohol oleh anak-anak dan remaja.
Aturan
ini pun dijadikan kambing hitam menurunnya penjualan Sevel yang berakibat pada
tidak dibagikannya dividen kepada pemegang saham induknya, PT Modern
International Tbk.
"Sebelum
ada aturan tersebut, minuman alkohol memberikan kontribusi antara 8% hingga 12%
dari total pendapatan. Artinya cukup signifikan, karena ketika mereka beli
minuman beralkohol kan otomatis beli yang lain seperti kacang dan makanan
lainnya," ujar Tina Novitam Sekretaris Perusahaan, PT Modern Internasional
Tbk, seperti dikutip dari Kontan.
Penyebab
penurunan penjualan Sevel juga disebabkan karena persaingan yang ketat di
convenience store. Ketika pertama kali hadir, Sevel praktis hanya bersaing dengan
Circle K. Sejak 2011 saingan Sevel bertambah. Lawson, yang juga merupakan toko
kelontong asal Jepang dengan konsep mirip Sevel, masuk ke Indonesia pada 2011.
Ada
juga Family Mart yang masuk Indonesia pada tahun 2013. Gerai-gerai milik Family
Mart terhitung sedikit dari segi jumlah. Tetapi harga yang dibanderol lebih
murah dari Sevel dan ia punya gerai dengan ukuran yang jauh lebih besar dari
Sevel. Maka jika ada gerai Sevel dan Family Mart bersebelahan, Sevel akan
tampak seperti pecundang yang pelanggannya direbut orang.
Dengan
persaingan yang ketat, gerak ekspansi Sevel di Jakarta memang akan semakin
sulit. Untuk itu, Grup Modern harus berpikir keras lagi untuk merombak bisnis
Sevel agar tetap bisa bersaing. Apalagi, pangsa pasar anak nongkrong di ibukota
sedemikian besar.
Penyebab penutupan seluruh gerai 7-Eleven
(Sevel) di Indonesia Adalah
1. Larangan minimarket menjual minuman beralkohol.
Dikutip
dari kompas.com, Penurunan penjualan Sevel juga akibat larangan penjualan
minuman beralkohol di minimarket. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri
Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan
Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minol. Aturan tersebut
mulai berlaku efektif 17 April 2015. Padahal kenyataannya salah satu produk
yang diminati di Sevel adalah beer-nya. Hal ini membuat customer yang biasa
membeli beer atau sejenisnya di Sevel beralih ke tempat lain.
2.
Toko yang tidak mencapai target.
Dikutip
dari liputan6.com, beberapa gerai Sevel terpaksa ditutup karena tidak mencapai
target penjualan. Penutupan toko tersebut untuk mengurangi kerugian akibat
beban biaya operasional seperti membayar pajak, dan kewajiban membayar listrik
dan sewa.
"Salah
satunya minuman beralkohol itu dilarang jadi penjualannya berkurang, penurunan
pembelian snack-snack seperti kacang-kacangan juga, dan sebagian karena untuk
toko-toko yang performanya turun dia tidak bisa bayar listrik. Supaya kita
tidak terlalu rugi banyak, mau tidak mau tutup," ujar Tina.
Ia
mengatakan ada juga sebagian toko yang masa sewanya habis tahun ini di tambah
kinerjanya tidak sesuai target. Dengan begitu, perusahaan melakukan review atau
evaluasi ulang sehingga menurutnya penutupan ini adalah hal yang wajar
3. Salah strategi
pemasaran.
Model
yang digunakan oleh Sevel adalah minimarket premium serta cafe didalam satu
tempat, tapi sepertinya hal ini dirasa kurang pas dengan pasar di Indonesia.
Menurut Yodhia Antariksa yang di kutip dari strategimanajemen.net Sevel mungkin
contoh penerapan strategi produk yang stuck on the middle. Ndak jelas. Mau
menghadirkan layanan premium seperti Starbucks, tidak bisa. Mau gunakan prinsip
supermarket efisien seperti Indomaret, namun sudah telanjur terkesan premium
produknya – karena harus menyewa lahan di lokasi strategis yang amat mahal.
4. Salah target
sasaran.
Sevel
menjual berbagai macam cemilan atau snack, kopi, makanan berat yang perlu
dipanaskan dan lainnya. Tapi rupanya hal tersebut menjadi boomerang bagi Sevel,
karena pada kenyataannya daya beli dari masyarakat rendah. Banyak anak muda
yang datang ke Sevel hanya membeli soft drink tapi nongkrong berjam-jam.
Sehingga pemasukan yang didapat tidak sebanding dengan
Labels:
Informasi,
Sharing,
What This?
Thanks for reading Alasan mengapa seven eleven bangkrut . Please share...!
0 Comment for "Alasan mengapa seven eleven bangkrut "
berkomentarlah dengan bijak